Kamis, 31 Januari 2013

Cerpen: Penantian Nay

Sore itu, angin berhembus pelan, langit sore mulai menyapa, Nay yang hobi menghabiskan sore di taman samping rumahnya sambil menulis sebuah diary. Dia memang selalu seperti itu semenjak hatinya patah, dikecewakan oleh orang yang sangat ia cintai. Walau sekalipun mereka tak pernah bertemu langsung, hanya melalui dunia maya tetapi Nay begitu mencintai lelaki itu.
Buku diary bersampul warna coklat menjadi temannya saat ini.

"Dear Diary...
Sepertinya atmosfer rasaku masih seperti kemarin. Saya masih selalu saja memikirkanmu, merindukanmu, dan...... mengharapkanmu, mungkin. Segitu bodohnyakah diriku, jelas-jelas, hubungan kita sudah berakhir beberapa bulan lalu.
Mungkin kamu tak tahu dan takkan pernah tahu bahwa saya begitu mencintaimu. Saya pernah suka sama seseorang tapi rasa suka saya ke kamu itu beda. Ya, memang kamu tidak pernah memberi tahu alasan dirimu mencintaiku kala itu, saya pun seperti itu.
"Karena cinta tak perlu alasan.", itu yang kamu katakan kepadaku.
Saya rindu, ingin dipeluk dirimu erat, ingin mengecup pipimu, dan kamu mengecup keningku.
Saya merindukan suaramu, kakak.
 Nay, yang selalu merimdukanmu"

Ditutupnya buku diary tersebut, tak terasa cairan bening hinggap di pelupuk matanya.
Senja mulai menguning, Nay beranjak meninggalkan kursi taman dan segera masuk ke dalam kamarnya.
Nay merebahkan badannya sambil memejamkan matanya, menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan.
"Nay, cukup sudah kamu bersedih, akan ada lelaki yang akan mencintaimu seutuhnya suatu hari nanti. Percayalah.", Nay membatin.


Kamis, 17 Januari 2013

Rasa

Saya tak tahu harus bagaimana menghadapi rasa yang selalu saja membuatku bingung.
Hatiku saat ini sedang tidak baik-baik saja walaupun senyum masih selalu kutampakkan.
Saya tak tahu harus berkata apa sementara kalian ada di dalam hatiku.
Saya tak ingin ikut campur dan tak ingin ada perselisihan.
Jangan pernah tanyakan rasa yang sekarang aku tanam.
Cukup malam yang tahu aku selalu menangis memikirkan perjalanan rasa yang sampai detik ini aku lalui.

Saya tak tahu harus seperti apa. Saya hanya ingin silaturahim terus berjalan, tanpa ada keinginan untuk menjadi perusak hubungan.
Sebuah kesalahankah saya hadir di antara kalian berdua?
Tidakkah kalian mengerti posisiku saat ini?
Kalian tidak tahu rasanya posisiku saat ini. Tidak.

Makassar, 17 Januari 2013