Kamis, 14 Agustus 2014

Melawan Lupa

Setelah kepergianmu, awalnya begitu sulit untuk kupahami bahwa melepas perasaanku tak semudah saat aku jatuh cinta kepadamu. Aku masih harus membiasakan diri untuk tidak ingat dan tidak merindukanmu meski sulit.
Hari-hari berlalu tanpa kusadari ternyata kau masih selalu saja datang di ingatanku. Namun aku sadar satu hal bahwa nyata tentangmu tak akan pernah bisa lagi aku miliki.
Menumpuk-numpuk resah yang tak berkesudahan membuatku harus bisa berdamai dengan kenangan.
"Tak mengapa pilu kurasa, tak apa rindu menyelimutiku, bertahan seperti ini saja."
Hari ini hari ke-63 di bulan ketiga kita menjadi kau dan aku, kembali pada diri kita masing-masing.
Aku tak ingin jatuh cinta lagi pada siapa saja yang lalu-lalang.
Menikmati sendiri meski sepi.
Mungkinkah aku mengharapmu kembali (lagi)? 



*Maros, 28 Juni 2014

Tragedi Cawiwi di Sidrap

Entah, tiba-tiba saja saya ingin menuangkan cerita perjalanan ngetrip kondangan bulan Oktober tahun 2013 lalu. Perjalanan yang mungkin tak akan pernah terlupakan.
Hari itu sebenarnya tidak ada rencana saya untuk ikutan ke acara nikahan salah satu teman Mastoideus di Belawa, Wajo karena teman-teman yang lain juga belum ada kejelasan perginya. Beberapa hari sebelum keberangkatan barulah ketua angkatan sibuk ngurusin trip kondangannya. Malam sehari sebelum berangkat saya sms-an sama Abel, kalau dia pergi saya juga ikut. Tapi karena sesuatu dan lain hal dia tidak ikutan. Yang pergi cuma Suwardi, Wawan, Tajrim, Aya, saya, dan Ahmi (yang nyupirin kita :D).
Bisa dibilang ini trip dadakan karena tak ada persiapan sama sekali, kado pun tak sempat dibeli, hanya bawa piala bergilir.
Malam sebelum hari H, berangkatlah kami menuju Belawa.
Selama perjalanan diisi dengan pertengkaran kecil Aya dan Suwa. Obrolan Ahmi dan Wawan yang punya list wisata kuliner saat singgah di Sidrap kalau pulang nanti.
Banyak hal-hal absurd selama di perjalanan pergi, di Pinrang mobil kami hampir tabrakan dengan bis. Pas nyampe Wajo, kami kesasar menuju TKP, hahaha. Akhirnya setelah bertanya dan menyusuri jalan yang sepi dan gelap akhirnya pas Shubuh kami tiba di lokasi itupun dijemput sama bapaknya Irha yang jarak rumahnya dari tempat kami dijemput ternyata jauh banget.
Setelah shalat Shubuh kami istirahat sejenak dan tidur di rumah tantenya Irha. Bangun sekitar jam 8-an terus kami ngantri mandi.
Kelamaan berleha-leha karena masih ngantuk, ngantri mandi plus dandan membuat kami tak menyaksikan akad nikah, ya jadinya pas pengantinnya mau turun ke pelaminan baru kami datang. Ada tari sambutan yang menyambut kedua mempelai, keren. Trus pada saat ada nasehat pernikahan, awkward banget karena ustadznya pake bahasa bugis dan saya tidak paham sama sekali -_- Syukur ada si Wawan yang jadi translator, hahaha.
Setelah makan, sesi perpotoan dan shalat dhuhur, kami pamitan pulang.
Pas dalam perjalanan pulang pun kami sempat nyasar, hahaha. Benar-benar speechless lah saya, mana mobil rental yang dipake sisi badannya penyok karena sempat nabrak tiang waktu diparkir. Mobilnya pun hampir terperosok di jalan yang rusak, asli banyak rintangan, hahaha.
Setelah beberapa jam, sampailah kami di kota Sidrap, Ahmi sms/telponan sama Hikmat, mau singgah di rumahnya trus minta dibawa berwisata kuliner. Tujuannya,
kalau nggak palekko ya makan cawiwi (belibis), setelah istirahat sejenak dan shalat berangkatlah kami menuju warung makan, pilihan jatuh ke cawiwi.
Kami akhirnya sampai di warung tersebut, lokasinya dekat tugu tani Sidrap, warungnya tak terlalu besar, di samping warung tersebut ada kandang cawiwi, cawiwinya banyak, masih hidup semua. Sembari menunggu hidangannya matang, kami sempat narsisan sama cawiwinya.
Akhirnya, cawiwi gorengnya pun sudah masak, kami semua duduk manis menyantap makanan tersebut. Dua porsi sedang untuk 7 orang.
Sambil menikmati, sambil foto-foto, sambil ala-ala pak Bondan gitu. Kami makan dengan lahapnya karena baru pertama kalinya makan cawiwi.



Tuh kan bahagianya, hahahah
Usai makan kami pun meminta bon harga makanannya. Tanpa ada firasat aneh, bon itupun sampai di tangan kami dan selembar kertas itu seketika membuat waktu seakan berhenti sejenak, wajah yang tadinya riang berubah ekspresi menjadi sangat terkejut lalu digilir dengan muka datar.
Astaga, bagai jatuh tertimpa tangga pula. Melihat harga yang tertera di kertas itu membuat saya dan yang lain speechless.
"Hah, Rp. 840.000 ???"
Saya sekali lagi melihat lamat-lamat kertas itu. Antara kaget, mau nangis, mau tertawa pokoknya perasaan jadi campur aduk. Mau protes juga sepertinya tak ada gunanya karena dari awal memang kami "seperti dihipnotis". Kami keluar dari warung itu dengan wajah datar, tak berkomentar. Pas di dalam mobil barulah kami "ngomel" kenapa pas mau makan ngga tanya harga makanannya, ngga ditawari menu juga sama penjualnya. Kami merasa ditipu. Bayangkan, masing-masing kami harus bayar sebesar Rp. 120.000. Super duper mahal jika dibandingkan porsi normal yang dimakan. Padahal tafsiranku palingan sekitar 50 ribuan lah kalau memang makanan itu mahal tapi ini asli sangat menguras isi dompet. Pokoknya, di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang, kami seperti orang stres, menumpahkan kebodohan, kekesalan, dan semua isi hati tentang cawiwi, hahaha.
Tak hanya sampai di situ, pas tiba di Pangkep kami mulai mencari bengkel ketok magic mengingat mobil rental yang kami pakai sedikit bermasalah. Tiba di perbatasan Pangkep-Maros akhirnya nemu juga bengkelnya. Setelah tawar-menawar harga, deal, kami nyangkut di bengkel ketok magic berjam-jam. Rasa lelah dan ngantuk mulai menghampiri, hape lowbat, bapak sudah khawatir kenapa saya belum tiba di rumah padahal dari beberapa jam sebelumnya saya kabari beliau kami sudah memasuki kota Pangkep.
Selama mobilnya diperbaiki, karena bosan menunggu, kami main tebak-tebak kata dalam bahasa Inggris dan hukuman bagi yang kalah adalah disentil. Setelah bosan main, meluruskan punggung sejenak di bale-bale bambu. Setelah mobilnya beres, perjalanan pun berlanjut. Sudah tak sabar ingin sampai rumah, tidur.
Benar-benar perjalanan yang tak terlupakan.

*nb : ada banyak hikmah dari kejadian ini dan terlebih lagi selalu teringat jika melewati kota Sidrap. Menikmati lagi kuliner ini, someday mungkin kami akan mencobanya kembali.