Senin, 24 November 2014

Temu Kedua Setelah Kita Menjadi Kau dan Aku

Sebelumnya kita memang sempat balas-balasan tweet di Twitter, kamu minta sesuatu yang saya posting di IG. Saya meng-iyakan saja karena toh apa salahnya. Meski saya sempat konfirmasi bahwa saya belum tahu kapan ke Makassar, tapi akhirnya saya memutuskan untuk segera saja karena takut buah mangga di rumah habis.
Malam sebelum esok, saya memberi tahu lewat pesan singkat di hape, ternyata dia balas di WA. Memang malam itu jaringan GPRS di rumah sedikit rewel, lalu akhirnya dia balas di hape lagi. Obrolan yang akhirnya menjadi panjang banget yang saya akhiri dengan pamit tidur.
Esoknya.
Dia nge-WA lagi, minta saya infokan kalo saya sudah di sekitar kampus. Lalu akhirnya bertemulah (lagi) saya dan dia. Ya, mesti sedikit canggung bertemu lagu dengannya, tapi saya masih bisa tetap kalem. hahahah.
Sempat ngobrol sebentar lalu dia menawarkan tumpangan, mengantar saya ke pintu 2. Awalnya saya menolak karena ya siapa tau saja basa-basi tapi ya saya iyakan saja. Sempat memperhatikan dia melihat sikon di sekitar halte depan workshop, mungkin takut ke-gepp kali ya sama teman-temannya. Hahahah. Mungkin dia berpikir hari Ahad, ngga bakalan ada temannya yang berkeliaran di kampus jadi berani saja ngantar saya. But it just my opinion, prasangka saja sih. Hihiihih
Berjarak sedekat itu untuk beberapa menit, mencium aroma tubuhnya yang khas, sepertinya parfumnya tak pernah diganti. Hihihi
Ngobrol sedikit di atas motor lalu terdiam lagi. Saya hanya menoleh sebentar dan mengucapkan terima kasih sebelum meninggalkan dia.
Lalu obrolan berlanjut lagi di WA sampai dia yang duluan pamit tidur.
Huufth...
Saya sudah baik-baik saja sekarang, semoga.

Rabu, 19 November 2014

Pendakian Berkedok Fun Trip ala SIGi Makassar

Alhamdulillaah akhirnya bisa merasakan rasanya "real" mendaki gunung untuk yang pertama kalinya dalam hidup saya. Terima kasih ya Allah, terima kasih tim fun trip komunitas SIGi Makassar yang telah membuat kegiatan ini.
Meski hampir menyerah di awal-awal pendakian (baru menuju pos 1) tapi medannya luar biasa dan di luar dugaan saya. Asli setiap pos harus menanjak (ya iyalah, namanya juga mendaki) sekitar 60-70 derajatlah kemiringannya. Dengan treking yang cukup menguras tenaga, apalagi untuk saya yang pemula banget.
Speechless deh pokoknya apalagi sampai puncak menikmati sunrise, it's amazing for me lah pokoknya.








 *foto dari berbagai kamera
Gunung Bulusaraung, Desa Tompo Bulu, Kabupaten Pangkep, 1-2 November 2014.

Kamis, 23 Oktober 2014

Aku Bisa Apa?

Entah, tiba-tiba saja terjadi obrolan di antara kita, meski hanya lewat replay tweet. Meski ada rasa yang aneh pada diriku, namun aku masih bisa menahan semuanya.
Lalu tibalah pertanyaan itu, tentang melupakan(ku). Aku harus berkata apa ketika kau berkata, "Bolehkah saya melupakan(mu)?"
Aku bukan siapa-siapa, aku tak punya hak untuk melarangmu melupakan semuanya. Aku sudah menyerah meski terkadang masih ada harap yang begitu membuncah untuk bersamamu.
Aku bisa apa ketika kau menyuruhku pergi?
Aku bisa apa ketika kau memintaku untuk menjadi teman saja?
Aku bisa apa?
Menuju setahun kisah kandas itu, aku berusaha berdamai dengan diriku, dengan lukaku, dengan masa laluku yang tak pantas untuk diingat.
Kecerobohan dan rasa bersalah yang selalu membayangiku tak mudah aku maafkan, iya, sangat sulit untuk memaafkan diri sendiri.
Saat yang paling menyesakkan buatku saat aku merindukanmu tiba-tiba atau kau  begitu saja muncul dalam mimpiku.
Aku bisa apa?

Minggu, 28 September 2014

Temu Tak Terduga

Hari di mana kita bertemu (lagi) setelah hari itu, entah mengapa saya merasakan degup jantung luar biasa yang tidak karuan. Sekujur tubuhku rasanya kaku, tangan dan kaki terasa dingin. Ah, entah saya juga tak tahu. Saya pun tak ingin memandang wajahmu secara langsung, takut perasaan yang selama ini saya ajak berdamai setelah hari itu kembali bergejolak.
Meski kamu sempat menegur saya dan mengatakan bahwa saya sombong, maaf, saya tidak bermaksud untuk seperti itu. Saya hanya tidak bisa mengontrol kecanggungan saya.

Kamis, 14 Agustus 2014

Melawan Lupa

Setelah kepergianmu, awalnya begitu sulit untuk kupahami bahwa melepas perasaanku tak semudah saat aku jatuh cinta kepadamu. Aku masih harus membiasakan diri untuk tidak ingat dan tidak merindukanmu meski sulit.
Hari-hari berlalu tanpa kusadari ternyata kau masih selalu saja datang di ingatanku. Namun aku sadar satu hal bahwa nyata tentangmu tak akan pernah bisa lagi aku miliki.
Menumpuk-numpuk resah yang tak berkesudahan membuatku harus bisa berdamai dengan kenangan.
"Tak mengapa pilu kurasa, tak apa rindu menyelimutiku, bertahan seperti ini saja."
Hari ini hari ke-63 di bulan ketiga kita menjadi kau dan aku, kembali pada diri kita masing-masing.
Aku tak ingin jatuh cinta lagi pada siapa saja yang lalu-lalang.
Menikmati sendiri meski sepi.
Mungkinkah aku mengharapmu kembali (lagi)? 



*Maros, 28 Juni 2014

Tragedi Cawiwi di Sidrap

Entah, tiba-tiba saja saya ingin menuangkan cerita perjalanan ngetrip kondangan bulan Oktober tahun 2013 lalu. Perjalanan yang mungkin tak akan pernah terlupakan.
Hari itu sebenarnya tidak ada rencana saya untuk ikutan ke acara nikahan salah satu teman Mastoideus di Belawa, Wajo karena teman-teman yang lain juga belum ada kejelasan perginya. Beberapa hari sebelum keberangkatan barulah ketua angkatan sibuk ngurusin trip kondangannya. Malam sehari sebelum berangkat saya sms-an sama Abel, kalau dia pergi saya juga ikut. Tapi karena sesuatu dan lain hal dia tidak ikutan. Yang pergi cuma Suwardi, Wawan, Tajrim, Aya, saya, dan Ahmi (yang nyupirin kita :D).
Bisa dibilang ini trip dadakan karena tak ada persiapan sama sekali, kado pun tak sempat dibeli, hanya bawa piala bergilir.
Malam sebelum hari H, berangkatlah kami menuju Belawa.
Selama perjalanan diisi dengan pertengkaran kecil Aya dan Suwa. Obrolan Ahmi dan Wawan yang punya list wisata kuliner saat singgah di Sidrap kalau pulang nanti.
Banyak hal-hal absurd selama di perjalanan pergi, di Pinrang mobil kami hampir tabrakan dengan bis. Pas nyampe Wajo, kami kesasar menuju TKP, hahaha. Akhirnya setelah bertanya dan menyusuri jalan yang sepi dan gelap akhirnya pas Shubuh kami tiba di lokasi itupun dijemput sama bapaknya Irha yang jarak rumahnya dari tempat kami dijemput ternyata jauh banget.
Setelah shalat Shubuh kami istirahat sejenak dan tidur di rumah tantenya Irha. Bangun sekitar jam 8-an terus kami ngantri mandi.
Kelamaan berleha-leha karena masih ngantuk, ngantri mandi plus dandan membuat kami tak menyaksikan akad nikah, ya jadinya pas pengantinnya mau turun ke pelaminan baru kami datang. Ada tari sambutan yang menyambut kedua mempelai, keren. Trus pada saat ada nasehat pernikahan, awkward banget karena ustadznya pake bahasa bugis dan saya tidak paham sama sekali -_- Syukur ada si Wawan yang jadi translator, hahaha.
Setelah makan, sesi perpotoan dan shalat dhuhur, kami pamitan pulang.
Pas dalam perjalanan pulang pun kami sempat nyasar, hahaha. Benar-benar speechless lah saya, mana mobil rental yang dipake sisi badannya penyok karena sempat nabrak tiang waktu diparkir. Mobilnya pun hampir terperosok di jalan yang rusak, asli banyak rintangan, hahaha.
Setelah beberapa jam, sampailah kami di kota Sidrap, Ahmi sms/telponan sama Hikmat, mau singgah di rumahnya trus minta dibawa berwisata kuliner. Tujuannya,
kalau nggak palekko ya makan cawiwi (belibis), setelah istirahat sejenak dan shalat berangkatlah kami menuju warung makan, pilihan jatuh ke cawiwi.
Kami akhirnya sampai di warung tersebut, lokasinya dekat tugu tani Sidrap, warungnya tak terlalu besar, di samping warung tersebut ada kandang cawiwi, cawiwinya banyak, masih hidup semua. Sembari menunggu hidangannya matang, kami sempat narsisan sama cawiwinya.
Akhirnya, cawiwi gorengnya pun sudah masak, kami semua duduk manis menyantap makanan tersebut. Dua porsi sedang untuk 7 orang.
Sambil menikmati, sambil foto-foto, sambil ala-ala pak Bondan gitu. Kami makan dengan lahapnya karena baru pertama kalinya makan cawiwi.



Tuh kan bahagianya, hahahah
Usai makan kami pun meminta bon harga makanannya. Tanpa ada firasat aneh, bon itupun sampai di tangan kami dan selembar kertas itu seketika membuat waktu seakan berhenti sejenak, wajah yang tadinya riang berubah ekspresi menjadi sangat terkejut lalu digilir dengan muka datar.
Astaga, bagai jatuh tertimpa tangga pula. Melihat harga yang tertera di kertas itu membuat saya dan yang lain speechless.
"Hah, Rp. 840.000 ???"
Saya sekali lagi melihat lamat-lamat kertas itu. Antara kaget, mau nangis, mau tertawa pokoknya perasaan jadi campur aduk. Mau protes juga sepertinya tak ada gunanya karena dari awal memang kami "seperti dihipnotis". Kami keluar dari warung itu dengan wajah datar, tak berkomentar. Pas di dalam mobil barulah kami "ngomel" kenapa pas mau makan ngga tanya harga makanannya, ngga ditawari menu juga sama penjualnya. Kami merasa ditipu. Bayangkan, masing-masing kami harus bayar sebesar Rp. 120.000. Super duper mahal jika dibandingkan porsi normal yang dimakan. Padahal tafsiranku palingan sekitar 50 ribuan lah kalau memang makanan itu mahal tapi ini asli sangat menguras isi dompet. Pokoknya, di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang, kami seperti orang stres, menumpahkan kebodohan, kekesalan, dan semua isi hati tentang cawiwi, hahaha.
Tak hanya sampai di situ, pas tiba di Pangkep kami mulai mencari bengkel ketok magic mengingat mobil rental yang kami pakai sedikit bermasalah. Tiba di perbatasan Pangkep-Maros akhirnya nemu juga bengkelnya. Setelah tawar-menawar harga, deal, kami nyangkut di bengkel ketok magic berjam-jam. Rasa lelah dan ngantuk mulai menghampiri, hape lowbat, bapak sudah khawatir kenapa saya belum tiba di rumah padahal dari beberapa jam sebelumnya saya kabari beliau kami sudah memasuki kota Pangkep.
Selama mobilnya diperbaiki, karena bosan menunggu, kami main tebak-tebak kata dalam bahasa Inggris dan hukuman bagi yang kalah adalah disentil. Setelah bosan main, meluruskan punggung sejenak di bale-bale bambu. Setelah mobilnya beres, perjalanan pun berlanjut. Sudah tak sabar ingin sampai rumah, tidur.
Benar-benar perjalanan yang tak terlupakan.

*nb : ada banyak hikmah dari kejadian ini dan terlebih lagi selalu teringat jika melewati kota Sidrap. Menikmati lagi kuliner ini, someday mungkin kami akan mencobanya kembali.

Kamis, 19 Juni 2014

Dilema

Sedikit banyak risau harus[nya] kau abaikan.
Apa enaknya memendam gelisah sendiri?
Tak tahukah kau ruang hatimu terlalu sempit menghakimi waktu yang menurutmu selalu menyengsarakanmu?
Andaikata rindu tak pernah menyapamu, masihkah kau mengeja namanya?
Sepertinya kau terlalu merekatkan perasaanmu pada harap yang selalu mengacuhkanmu.
Ah, tak perlu kau sesali.
Hempaskan saja jika kau tak suka.
Menangis saja jika kau marah.
Melupa?
Jangan harap secepat itu.
Tak inginkah kau coba berdamai dengannya?
Pada[nya]... Kenangan.

Harap

Ah, seperti tanah gersang yang merindukan tetesan hujan. Atau mungkin menanti sesuatu yang tak tahu kapan akan tiba.
Tiba-tiba saja ada percakapan kita di sela hening yang membungkus ruang hati. Tak ku tahu mengapa degup jantungku berdetak begitu cepat, seolah aku berada dalam pertandingan lari.
Ketika wajah teduhmu mengalihkan pandanganku seketika, waktu seolah-olah berhenti.
Aku merasa kita pernah bertemu sebelumnya, entah di mana. Atau aku melihatmu di bawah alam sadarku?
Aku pun tak mengerti.
Lalu, apa kiranya maksud semesta mempertemukan kita?

Sebuah harap yang menuntunku merapal namamu dalam untaian doaku?

Delusi

Kepadanya, ia bercerita tentang daun-daun gugur, gemerisik angin, dan gemercik air.
Tentang sebuah [r]asa yang ia genggam erat-erat, seolah tak ingin melepaskannya pergi.
Lalu kutemukan berlembar-lembar catatan usang tak bernama memenuhi sudut kamarnya.
"Senyum lirih tak pernah pergi, aku tahu diri siapa yang harus berjarak."
Tak kupahami sepenggal baris kata yang samar maknanya.
Kulihat ia memungut satu-persatu butiran bening dari pelupuk matanya, menyimpannya dalam sebuah kotak kaca.
Tiba-tiba ia tertawa tanpa jeda sampai tubuhnya roboh tak berdaya.
Aku mematung.
Ia adalah diriku.

[ke]Pergi[an]

Perihal kepergian, entah selalu membentuk ruang kosong di hati.
Seberapa luas kebesaran hati merelakan kepergian pun tak bisa dijabarkan.
Hanya si pemilik hati yang tahu.

Kepergian pun selalu menyuguhkan jarak, memintal rindu.
Kau hanya harus bersabar saat rindu menghujanimu namun kau tak bisa apa-apa kecuali menampungnya.
Walau mungkin harus berbentuk butiran bening di pelupuk mata.

Tak bisakah kau tinggal di sini saja, di sisiku?
Melihat punggungmu menjauh rasanya mengoyak harapanku.

Sebab kepergianmu membuat separuh hatiku ikut pergi.

Juni

Juni...
Masih tentang harapan dan impian.
Tentang ci[n]ta yang masih tanda tanya.
Menikmati segala sepi dengan keresahan yang entah sampai kapan.
Hanya bisa menitipkan harap lewat setangkup doa.
Atas luka yang pernah ada, semoga segera mengring.

Kali ini, kubiarkan hatiku membeku untuk semua perasaan yang berdatangan.
Tak ingin menyambutnya dengan suka cita yang pada akhirnya berakhir kekecewaan.
Terlalu tergesa-gesa membuka hati, merajut perasaan.

Terima kasih, berkatmu aku bisa memahami sekali lagi apa yang tak perlu aku perjuangkan lagi.


Kamis, 27 Maret 2014

Asyikin

Ya, namanya juga manusia, pasti ada saat dimana dia benar-benar merasa terpuruk, depresi, stres, down, atau apaun namanya yang membuatnya harus bersusah payah mengembalikan mood seperti sedia kala.
Seperti juga saya yang juga merasakan hal seperti itu, apatah lagi saya orangnya moody, suasana hati yang gampang banget berubah-ubah karena sesuatu hal.
Namun, satu hal yang membuat saya merasa tenang ketika saya benar-benar down, stres atau semacamnya adalah saya masih bisa menanganinya, tak perlu melampiaskannya ke hal-hal yang negatif. Ada banyak hal yang bisa saya lakukan, salah satunya dengan menangis. Masih banyak hal lain sih, tergantung sikonnya seperti apa.
Sekarang pun begitu, jujur, saya sedang patah hati sekarang (hahaha), iya, beneran. Tapi apa yang terjadi denganku sekarang?? Sempat sedih iya, nangis juga tapi ada tidak sampai berlarut-larut seperti itu, wajar kan saya seperti itu, namanya juga perasaan.
Semua itu hanya sebentar saja saya lakukan, selebihnya saya masih bisa tertawa, melakukan apa yang saya inginkan. Apalah gunanya berlarut-larut dalam kesedihan? Menguras tenaga saja, bahkan membuat hati  malah tambah nyesek dan saya sangat benci hal yang seperti itu. Kalau istilah kerennya, MOVE ON. Iya dong, hari gini masih galau?
Ambil saja hikmahnya dengan kejadian pahit yang kemarin. Toh, kalau jodoh nggak bakalan kemana, kalau bukan jodoh, ya pasti sudah ada orang lain yang disiapkan Tuhan untuk saya. Always positive thinking sajalah.
Tersenyumlah.......
Dan kembali melangkah...

Nama Sapaanku

Nama lengkap saya Fatmawati Samad. Nama panggilan/sapaan ada beberapa, tergantung saya ada di mana #nahloh :D
Secara umum sih dipanggil Fatma namun pengucapan huruf F untuk beberapa orang kadang ribet sehingga mengubahnya menjadi Patma, malah ada yang manggil Pa'ma. Tergantung kenyamanan lidah masing-masing (emang lagi makan? hahaha).
Kalau orang di rumah, keluarga, tetangga, teman kecil, punya panggilan lain lagi ke saya, mungkin pengaruh logat Makassar juga sih makanya manggilnya beda dengan teman-teman.

Panggilan kesayangan bapak ke saya itu “Ato’”, mama juga biasanya manggil Ato’. Kadang-kadang saja dipanggil Fatma.

Biasanya juga dipanggil Tomma, secara umum keluarga besar saya manggil saya dengan nama itu. Teman-teman kecil, sepupu, kakak, adik, kelurga dari bapak manggilnya Tomma. Tapi tante, adiknya bapak, manggil saya Ato’ (sama seperti bapak) kadang juga manggil saya Pato’. Kalau tante, adik iparnya bapak dan kakek manggil saya Patomma.

Kalo tetangga biasanya manggil Patma.

Kalau nenek, om, dan tante dari mama, manggilnya “Omma”. Beberapa sepupu dari bapak jg.

Kalau my little boy, Muflih biasanya manggil saya kakak Tamma.

Untuk orang yang pertama kali kenal/bertemu, biasanya saya memperkenalkan diri sebagai Fatma.

Teman-teman sekolah SD-SMA biasanya memang manggil Fatma.
Teman-teman di kampus manggilnya Fathe' (dan beberapa teman SMA yang satu kampus juga mulai manggil saya Fathe') meski ada beberapa juga yang tetap manggil Fatma. Kalo teman seangkatan di Biologi, Iin dan Pitto' manggil saya Pate'.

Aya manggil saya oenni (bukan panggilan sih sebenarnya, cuma ala-ala Korea gitu, hahah) sama kayak kak as yang manggil saya "Neng".

Kalo dua orang sahabat saya, Nhoe dan Mammi', Nhoe manggil saya Fath, Mammi' manggilnya Pa'ma tapi kadang-kadang Nhoe juga manggilnya Pa'ma.

Kakak Ningrum manggilnya Fathi.
Si mas yang di sana manggil saya pesek.
Ada juga yang manggil Mawa (saya juga bingung kenapa orang ini berinisiatif manggil saya Mawa :D)

Beberapa orang teman di komunitas Sahabat 5 cm malah manggil saya mbak Samad semenjak ketua KPK adalah pak Abraham Samad. Hahaha, ada-ada saja...

Ya, itulah beberapa nama sapaan saya….
Bukan sesuatu yang penting sih cuma siapa tau aja ada yang bingung jika ada yang mampir koment di status saya pake nama yang saya sebut di atas :D

Selasa, 25 Maret 2014

THE END


Baru tadi aku meminta pada-Nya agar aku diberi sebuah jawaban atas segala tanya dan ketidakjelasan yang selama ini aku tanyakan. Well, sudah terjawab hari ini, di sela-sela pagi yang begitu dingin.
Semua telah berakhir hari ini, harapanku terhempas begitu saja. Tapi aku sudah dari awal mempersiapkan semuanya, dan setelah semenjak hari itu, saat kutemukan sebuah nama di sana.
Sekali lagi, aku harus melepaskan semua rasa yang pernah ada, membiarkannya pergi. Meski kecewa, sangat kecewa tapi toh aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik memang seperti ini, karena memang dari awal sebuah keputusan yang salah untuk seperti itu.
Kembali merawat luka yang kembali menganga, ah, rasanya tak berubah ya? Tetap perih.

Hmmh...

Sekarang, kubiarkan semuanya berjalan seadanya. Tak ingin lagi merajut harap semakin banyak, pasrah. Walau rasa suka itu masih ada dan mungkin akan selalu ada sampai benar-benar aku harus melepaskannya pergi sewaktu-waktu.
Aku bingung harus bagaimana sekarang. Ingin sekali bertemu denganmu walau hanya beberapa detik, tapi entah kapan.
Keinginan terbesarku saat ini adalah ingin hidup bersama denganmu, ah, imaji yang sungguh berlebihan mungkin, entahlah.

Senin, 24 Maret 2014

Muak

Aku sedang tidak baik-baik saja ketika aku rindu namun kupendam di dalam hati.
Aku sedang tidak baik-baik saja ketika aku marah dan hanya kubiarkan air mataku mengalir.
Aku tidak  baik-baik saja semenjak menemukan nama itu di sana.
Ah, rumit rasanya.

Sabtu, 22 Maret 2014

Entahlah...

Entah hal bodoh apalagi yang kulakukan sekarang. Huwaaah,,,
Radarku yang selalu saja sensitif terkadang tak bisa aku abaikan begitu saja.
Selalu ada jawaban untuk semua tanya yang ada di kepalaku sampai detik ini.
Hey hati, kamu baik-baik saja kan sekarang?
Tapi rasanya memang tidak baik-baik saja.

Selasa, 18 Maret 2014

"Sendiri"

Belakangan, aku suka sekali berteman dengan ke-sendiri-an. Aku mulai merasa nyaman dengan sendiri yang setia menemani hari-hariku. Aku memang tidak begitu suka dengan sesuatu yang gaduh dan terlalu ramai, situasi seperti itu kadang membuatku sakit kepala dan merasa tertekan.
Sendiri, aku tidak perlu repot-repot mengurusi urusan orang lain yang bukan urusanku. Egois mungkin, tapi ada beberapa hal dari orang lain yang aku tidak ingin berada di dalamnya.
Sendiri selalu berkawan sepi, iya, setidaknya ada rasa nyaman dan tenang yang aku rasakan, tidak mengganggu dan terganggu oleh orang lain. Aku kadang begitu benci berkata-kata, kubiarkan saja ia tumpah ruah dalam tulisan yang amburadul seperti ini.
Walau saat sendiri adakalanya pikiranku begitu terusik, bukan karena kehadiran sesuatu di sekitarku tapi kehadiran sesuatu di pikiran dan hatiku. Ah, lagi, aku selalu berurusan dengan masalah “perasaan”, dan masalah itu sebenarnya ada sama diriku yang begitu sensitif. Rindu misalnya.
Memang sangat tidak nyaman seperti ini, memendam rindu sendiri, marah pada diri sendiri, kecewa pada diri sendiri, menangis pun sendiri. Tak perlu ada seseorang yang menemaniku. Cukup aku, diriku sendiri (selain Tuhan maksudnya).
Menikmati ke-sendiri-an dengan berimaji, merajut harap, menimbun rindu, tenggelam dalam sunyi, ah, aku sudah terbiasa menikmatinya. Walau sesekali aku rapuh, setidaknya itu bukti bahwa aku masih punya hati, aku butuh seseorang yang bisa kujadikan sandaran, genggamannya menguatkan, senyumnya menenangkan, tatapnya meneduhkanku.
Mungkin aku akan risih dengan “sendiri” jika suatu saat telah datang seseorang yang mengajakku masuk ke dalam kehidupannya.
Barangkali…

Senin, 20 Januari 2014

Baru Tahu Arti Namaku

Kemarin, pagi-pagi tiba-tiba terlintas di benak saya sebuah pertanyaan yang sering sekali saya abaikan selama ini. Iya, mengabaikan pertanyaan yang sebenarnya dari dulu ingin saya tanyakan ke bapak.
Seingatku bapak hanya pernah menceritakan bahwa pada saat saya lahir ada seorang dokter yang ingin sekali memberikan nama untuk saya karena dokter itu tahu bahwa saya adalah anak perempuan pertama yang ada di keluarga saya, secara nota bene saudara-saudara dan sepupu-sepupu saya waktu itu cowok semua. Apa hubungannya coba? Hahah, entahlah.
Oke, kembali ke cerita dokter itu tadi. Bapak waktu itu katanya memang sudah mempersiapkan nama untuk saya walaupun saat itu beliau belum tahu kalau anaknya yang akan lahir adalah seorang perempuan. Saking pengennya anak perempuan kali yak, maklum 2 kakak saya adalah laki-laki. Ngga jadi pake nama yang dari dokter tersebut, tetap dengan nama  yang dipilih bapak :)
Di balik cerita itu, saya tidak pernah tahu kenapa bapak memberi saya nama "Fatmawati Samad". Saya hanya mencoba menerka-nerka, mungkin karena saya lahir pada bulan Agustus dan bulan itu bulan kemerdekaan negara Indonesia, yang jahit bendera negara ini adalah ibu Fatmawati, ya kali aja bapak ingin anaknya seperti beliau, kelak dewasa anaknya berguna bagi nusa dan bangsa. Kalau nama belakang saya "Samad" itu nama bapak saya :)
Akhirnya pertanyaan itu tenggelam oleh waktu, namun keisengan saya kemarin pagi membuahkan hasil. Searching di Google (thanks mbah :D), akhirnya nemu juga artinya (langsung kegirangan, hihihi).

Ternyata, nama Fatmawati itu berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya bunga teratai atau lotus. Wah, jadi ingat kutipan yang berbunyi "jadilah seperti bunga teratai yang dimanapun dia berada selalu memancarkan keindahan."
Lalu usut punya usut, ternyata ada filosofi bunga teratai rupanya. Jadi senyam senyum sendiri bacanya.
Ya, semoga diri ini bisa tetap berbuat baik kepada orang lain.

Kamis, 09 Januari 2014

Self Note

Merasa malu saja terhadap diri sendiri. Aplikasi ilmu yang saya dapatkan di lingkaran tarbiyah tidak ada action-nya sama sekali.
Hatiku terlalu kotor sepertinya sehingga cahaya-cahaya kebaikan sulit menembusnya. Ah, sampai kapan harus bertahan seperti ini?
Kadang merasa nyesek sendiri.
Huufth...

Selasa, 07 Januari 2014

Pertemuan yang Kesekian

Kita bertemu lagi hari ini, tanpa rencana. Saya yang mengirim pesan duluan padamu karena kebetulan sedang ada di kampus. Rasanya hatiku merasa aneh jika belum bertemu denganmu sebelum pulang. Walau obrolan kita yang tak pernah panjang, walau hanya saling menatap, walau hanya saling melempar senyum asalkan saya bertemu kamu.
"Kamu sangat merindukanku?", tanyamu pelan.
Saya hanya tersenyum, tak perlu saya menjawabnya, sudah jauh-jauh hari saya mengatakannya namun tak pernah kamu balas. Awalnya saya merasa kecewa karena pesan-pesanku selalu kamu abaikan. Namun saat kita bertemu, semua rasa kecewaku itu pergi entah kemana.
Kamu selalu bisa membuat rinduku menjadi sangat sesak walau kamu ada berdiri di hadapanku, duduk bersebelahan denganku. Saya tak tahu mengapa saya selalu saja merindukanmu padahal jelas-jelas kamu ada di hadapanku, duduk di sebelahku, berbicara sepatah kata denganku.
Sore tadi kamu menutupi wajahmu dengan kedua telapak tanganmu, kamu malu bertemu denganku karena kepulanganmu dari luar kota membuat kulitmu gelap terbakar sinar matahari. Saya hanya tersenyum awalnya, lalu mengejek dan menghiburmu.
Saya tidak pernah menilai kamu dari fisikmu, malah saya senang dengan kulitmu yang sekarang, gelap karena saya bisa memanggilmu dengan sebutan "jelek", hahah. Itu cuma candaan kok, tak usah khawatir rasa suka saya akan berkurang.
Terima kasih untuk sore yang begitu indah, katamu. Saya juga merasakan hal yang sama.
Pertemuan yang terbilang hanya beberapa kali sebulan, komunikasi yang kini mulai berkurang, semoga itu bukan menjadi penghalang atau masalah di antara kita berdua.

Kamis, 02 Januari 2014

Planing (?)

Hari kedua di bulan Januari tahun 2014.
Saya belum menuliskan rencana-rencana apa yang ingin saya lakukan di tahun ini. Entahlah, saya masih bingung juga. Hahaha, sikon masih belum stabil. Sabar ya Fath..
Hanya berharap semoga saya tetap sehat, tidak gampang drop, walaupun sakit itu tidak bisa saya hindari sepenuhnya.
Banyak yang menargetkan nikah tahun ini. Saya? hahah, dan lagi saya hanya bisa tesenyum atau  bahkan tertawa. Kenapa? Ya, karena saya juga belum tahu jodoh saya siapa.
Memang ada seseorang yang dekat dengan saya saat ini, tapi ya saya yakin dia jodoh saya kalau dia mengajak saya menikah *oups Hahaha
Untuk sekarang, saya hanya melakukan apa yang bisa saya kerjakan. Rencana-rencana hidupku tahun ini saya serahkan sepenuhnya sama Allah. Tapi bukan berarti saya hanya duduk diam di rumah. Usaha juga lah.
Tahun 2014, 7 bulan lagi usia saya 24 tahun. Huwaaah, belum ada progress sama sekali rasanya. Amalan-amalan masih banyak kurangnya. Harus lebih bersemangat untuk memperbaiki diri, setidaknya amalan-amalan rutin yang saya kerjakan bisa bertambah. Rugi banget kan kalau punya banyak waktu lowong tapi ngga dimanfaatin untuk menambah ibadah-ibadah sunnah, amalan-amalan sunnah, nambah-nambah hafalan atau paling tidak muroja'ah hafalan yang sepertinya sudah mulai menghilang di ingatan.
Semangat sajalah..
Fighting!!